ryokotomo.com – Saat berburu novel Jepang atau J-lit, kamu mungkin akan menemukan banyak kucing di sampul dan plot ceritanya. Fenomena ini bukan tanpa alasan. Ada beberapa faktor yang menjelaskan mengapa kucing sering disertakan dalam sastra Jepang, mulai dari mitos, psikologis, hingga strategi bisnis.
Kucing adalah simbol keberuntungan di Jepang. Contoh paling terkenal adalah ‘maneki neko’, patung kucing yang melambaikan satu kakinya. Menurut legenda, Kuil Gotokuji mendapat berkah setelah seekor kucing menarik sekelompok samurai untuk berkunjung, dan cerita ini melahirkan tradisi ‘maneki neko’ sebagai simbol keberuntungan. Ada juga cerita tentang seorang perempuan tua yang mendapat wangsit dari seekor kucing, membuat patung kucing, dan akhirnya hidupnya membaik karena patung tersebut laris manis.
Selain itu, kucing memiliki citra baik yang lebih populer dibandingkan mitos-mitos tentang makhluk mistis menyeramkan yang menyerupai kucing. Psikolog di Psychology Today dan Medical News Today menyatakan bahwa kucing bisa menjadi media meditasi karena elusan pada bulu mereka bisa memberikan rasa tenang. Kucing pun dengan cepat menginvasi budaya pop dan sastra Jepang lewat karakter kartun seperti Hello Kitty dan Doraemon pada 1970-an.
Penyertaan kucing dalam karya sastra Jepang sudah ada sejak lama. Novel terkenal seperti “The Tale of Genji” karya Murasaki Shikibu yang terbit sekitar 1.000 tahun lalu sudah menampilkan kucing. Novel-novel kontemporer seperti “She and Her Cat” (Makoto Shinkai), “Travelling Cat Chronicles” (Hiro Arikawa), dan “The Guest Cat” (Takashi Hiraide) juga menampilkan kucing sebagai bagian penting dari cerita.
Kucing sering digunakan dalam novel Jepang karena dianggap sebagai pengamat yang diam namun memiliki tatapan yang dalam dan ekspresi yang sulit ditebak. Sifat mereka yang cenderung pemalas namun bisa “menghipnotis” manusia juga menjadi daya tarik tersendiri. Kucing bahkan beberapa kali dijadikan narator dalam novel karena kemampuannya untuk mendorong refleksi diri.
Tidak hanya dalam plot, kucing juga sering muncul di sampul buku sebagai strategi pemasaran. Contohnya, sampul novel *Days at Morisaki Bookshop* (Satoshi Yagisawa) dan *The Kamogawa Food Detectives* (Hisashi Kashiwai) menampilkan kucing meskipun mereka tidak berperan dalam cerita. Keberadaan kucing di sampul buku memberikan kesan tertentu, sering kali terkait dengan genre healing fiction yang populer di kalangan pembaca.
Kucing memiliki daya tarik yang luar biasa dalam budaya Jepang dan sastra. Meski anjing lebih dulu menginvasi industri penerbitan buku di Barat, kucing kini menyainginya lewat novel-novel dari Asia, terutama Jepang.
Untuk Informasi Unik dan Travel Jepang, selalu buka ryokotomo.comIkuti kami di Facebook, Twitter dan Instagram @ryokotomoid